Sunday, November 12, 2006

Kumbang Gunakan Sinar Bulan Untuk Menentukan Arah
Jakarta, Rabu


Sudah umum diketahui bahwa beberapa binatang memanfaatkan matahari sebagai rambu-rambu dan penentu arah pulang. Diketahui pula bahwa burung-burung seperti merpati mampu menentukan arah dengan melihat posisi matahari, bulan, bahkan bintang. Namun kini para ahli biologi menemukan sesuatu yang tak terduga dan spektakuler dimana seekor kumbang menggunakan bulan sebagai piranti navigasinya.
Kumbang tahi Afrika atau dikenal sebagai dung beetle (Scarabaeus zambesianus) hanyalah binatang "berkasta rendah" yang mendorong kotoran binatang untuk dijadikan makanannya. Namun kemampuannya memanfaatkan bulan sungguh fantastis. Mereka mampu menggunakan pola polarisasi yang tercipta ketika sinar bulan menerpa partikel-partikel kecil di atmosfer untuk menentukan posisinya dan berjalan pada garis lurus.
Berkat kemampuan navigasi tersebut, dung beetle bisa dengan cepat menggulung dan menggelindingkan kotoran hewan ke sarangnya, sehingga terhindar dari "pembajakan" oleh kumbang lain. "Terdapat sangat banyak kumbang yang memperebutkan makanan sehingga mereka harus cepat mengambil dan menggelindingkan ke sarangnya," ujar Marie Dacke pimpinan tim peneliti yang berasal dari Universitas Lund, Swedia.
Dalam tulisan di journal Nature edisi 3 Juli, Dacke menuliskan: "Meski banyak hewan menggunakan pola polarisasi matahari untuk menentukan arah, namun dung beetle adalah hewan pertama yang diketahui memanfaatkan polarisasi sinar bulan yang jutaan kali lebih redup dari matahari."
Mengenai hal di atas, Bruce Gill, ahli serangga dari Canadian Food Inspection Agency mengaku terkejut saat mengetahui perilaku kumbang ini. Namun selanjutnya ia menganggap perilaku tersebut masuk akal mengingat sinar bulan sebenarnya adalah pantulan sinar matahari yang juga digunakan serangga lain sebagai penunjuk arah di siang hari. "Barangkali serangga malam lain juga menggunakan polarisasi sinar bulan seperti halnya serangga siang memanfaatkan polarisasi sinar matahari," jelasnya.


Polarisasi



Apakah polarisasi itu? Seperti diketahui sinar matahari maupun bulan sebenarnya memancar ke semua jurusan. Namun beberapa di antaranya menumbuk partikel-partikel di atmosfer dan berbelok. Itulah arti terpolarisasi. Sinar yang terpolarisasi tersebut akan terlihat sebagai bidang yang tidak sama dengan sinar di sekitarnya
Pola polarisasi sinar yang dipancarkan langsung oleh matahari dan dipancarkan secara tidak langsung oleh bulan (karena bulan hanya memantulkan sinar matahari), menurut para ilmuwan, tidak terlihat oleh mata manusia. Meski demikian pola tersebut dilihat oleh beberapa jenis binatang.
Nah, beberapa serangga seperti lebah madu diketahui sensitif terhadap sinar matahari yang terpolarisasi. Adapun khusus untuk kumbang tahi --dan mungkin juga beberapa kumbang lain yang aktif di malam hari-- kemampuan itu lebih hebat karena mereka mampu melihat polarisasi pada sinar bulan. "Mata kumbang pastilah jauh lebih sensitif karena sinar bulan nyaris satu per sejuta kali lebih lemah dibanding sinar matahari," papar Gill.


Navigasi Sinar Bulan
Scarabaeus zambesianus biasanya mulai berburu kotoran segar ketika matahari mulai terbenam. Saat menemukannya, kumbang akan membentuknya menjadi bola lalu menggelindingkannya ke sarang memakai kaki belakang dalam arah lurus.
Pada waktu tersebut, kumbang masih bisa menentukan arah menggunakan pola polarisasi yang dihasilkan sinar matahari yang sedang tenggelam. Tapi ketika matahari berada 18 derajat di atas cakrawala, dikenal sebagai astronomical twilight (senjakala astronomis), pola sinar matahari akan menghilang dan digantikan polarisasi sinar bulan.
Untuk mengetahui apakah benar kumbang memanfaatkan polarisasi sinar bulan untuk menentukan arah, Dacke dan tim-nya mengamati dung beetle di malam hari. Saat bulan menghiasi langit, kumbang-kumbang ternyata bisa menggelindingkan ’santapannya’ dalam garis lurus menuju sarang. Tapi saat tidak ada bulan atau langit berawan, kumbang ternyata tidak bisa menjaga kelurusan jalannya.
Selanjutnya guna menentukan apakah kemampuan menentukan arah tersebut dipengaruhi polarisasi cahaya bulan atau bulan itu sendiri, para peneliti menempatkan filter polarisasi cahaya di atas kumbang yang sedang mendorong makanan. Ketika pola polarisasi sinar bulan dibelokkan 90 derajat, kumbang pun merubah arah jalannya 90 derajat. Hal ini menunjukkan bahwa mereka menggunakan polarisasi sinar, yang juga berarti bahwa mereka memiliki lebih banyak waktu mencari makan.
"Meski demikian, sistem navigasi polarisasi sinar bulan ini barangkali hanya cocok diterapkan pada binatang yang hidup di tempat terbuka seperti padang rumput dan savana," ujar Brett Ratcliffe, ahli kumbang dari Universitas Nebraska, Lincoln. "Untuk hewan yang hidup di hutan lebat, dimana cahaya bulan sulit masuk, hal ini mungkin tidak berlaku. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian bagaimana spesies-spesies hutan lebat itu menentukan arah di malam hari. Pastilah banyak hal menarik lain yang bisa ditemukan." (nationalgeographic/BBC/wsn)

FISIKA

Kumbang Gunakan Sinar Bulan Untuk Menentukan Arah

Sudah umum diketahui bahwa beberapa binatang memanfaatkan matahari sebagai rambu-rambu dan penentu arah pulang. Diketahui pula bahwa burung-burung seperti merpati mampu menentukan arah dengan melihat posisi matahari, bulan, bahkan bintang. Namun kini para ahli biologi menemukan sesuatu yang tak terduga dan spektakuler dimana seekor kumbang menggunakan bulan sebagai piranti navigasinya.
Kumbang tahi Afrika atau dikenal sebagai dung beetle (Scarabaeus zambesianus) hanyalah binatang "berkasta rendah" yang mendorong kotoran binatang untuk dijadikan makanannya. Namun kemampuannya memanfaatkan bulan sungguh fantastis. Mereka mampu menggunakan pola polarisasi yang tercipta ketika sinar bulan menerpa partikel-partikel kecil di atmosfer untuk menentukan posisinya dan berjalan pada garis lurus.
Berkat kemampuan navigasi tersebut, dung beetle bisa dengan cepat menggulung dan menggelindingkan kotoran hewan ke sarangnya, sehingga terhindar dari "pembajakan" oleh kumbang lain. "Terdapat sangat banyak kumbang yang memperebutkan makanan sehingga mereka harus cepat mengambil dan menggelindingkan ke sarangnya," ujar Marie Dacke pimpinan tim peneliti yang berasal dari Universitas Lund, Swedia.
Dalam tulisan di journal Nature edisi 3 Juli, Dacke menuliskan: "Meski banyak hewan menggunakan pola polarisasi matahari untuk menentukan arah, namun dung beetle adalah hewan pertama yang diketahui memanfaatkan polarisasi sinar bulan yang jutaan kali lebih redup dari matahari."
Mengenai hal di atas, Bruce Gill, ahli serangga dari Canadian Food Inspection Agency mengaku terkejut saat mengetahui perilaku kumbang ini. Namun selanjutnya ia menganggap perilaku tersebut masuk akal mengingat sinar bulan sebenarnya adalah pantulan sinar matahari yang juga digunakan serangga lain sebagai penunjuk arah di siang hari. "Barangkali serangga malam lain juga menggunakan polarisasi sinar bulan seperti halnya serangga siang memanfaatkan polarisasi sinar matahari," jelasnya.


Polarisasi

Apakah polarisasi itu? Seperti diketahui sinar matahari maupun bulan sebenarnya memancar ke semua jurusan. Namun beberapa di antaranya menumbuk partikel-partikel di atmosfer dan berbelok. Itulah arti terpolarisasi. Sinar yang terpolarisasi tersebut akan terlihat sebagai bidang yang tidak sama dengan sinar di sekitarnya
Pola polarisasi sinar yang dipancarkan langsung oleh matahari dan dipancarkan secara tidak langsung oleh bulan (karena bulan hanya memantulkan sinar matahari), menurut para ilmuwan, tidak terlihat oleh mata manusia. Meski demikian pola tersebut dilihat oleh beberapa jenis binatang.
Nah, beberapa serangga seperti lebah madu diketahui sensitif terhadap sinar matahari yang terpolarisasi. Adapun khusus untuk kumbang tahi --dan mungkin juga beberapa kumbang lain yang aktif di malam hari-- kemampuan itu lebih hebat karena mereka mampu melihat polarisasi pada sinar bulan. "Mata kumbang pastilah jauh lebih sensitif karena sinar bulan nyaris satu per sejuta kali lebih lemah dibanding sinar matahari," papar Gill.


Navigasi Sinar Bulan

Scarabaeus zambesianus biasanya mulai berburu kotoran segar ketika matahari mulai terbenam. Saat menemukannya, kumbang akan membentuknya menjadi bola lalu menggelindingkannya ke sarang memakai kaki belakang dalam arah lurus.
Pada waktu tersebut, kumbang masih bisa menentukan arah menggunakan pola polarisasi yang dihasilkan sinar matahari yang sedang tenggelam. Tapi ketika matahari berada 18 derajat di atas cakrawala, dikenal sebagai astronomical twilight (senjakala astronomis), pola sinar matahari akan menghilang dan digantikan polarisasi sinar bulan.
Untuk mengetahui apakah benar kumbang memanfaatkan polarisasi sinar bulan untuk menentukan arah, Dacke dan tim-nya mengamati dung beetle di malam hari. Saat bulan menghiasi langit, kumbang-kumbang ternyata bisa menggelindingkan ’santapannya’ dalam garis lurus menuju sarang. Tapi saat tidak ada bulan atau langit berawan, kumbang ternyata tidak bisa menjaga kelurusan jalannya.
Selanjutnya guna menentukan apakah kemampuan menentukan arah tersebut dipengaruhi polarisasi cahaya bulan atau bulan itu sendiri, para peneliti menempatkan filter polarisasi cahaya di atas kumbang yang sedang mendorong makanan. Ketika pola polarisasi sinar bulan dibelokkan 90 derajat, kumbang pun merubah arah jalannya 90 derajat. Hal ini menunjukkan bahwa mereka menggunakan polarisasi sinar, yang juga berarti bahwa mereka memiliki lebih banyak waktu mencari makan.
"Meski demikian, sistem navigasi polarisasi sinar bulan ini barangkali hanya cocok diterapkan pada binatang yang hidup di tempat terbuka seperti padang rumput dan savana," ujar Brett Ratcliffe, ahli kumbang dari Universitas Nebraska, Lincoln. "Untuk hewan yang hidup di hutan lebat, dimana cahaya bulan sulit masuk, hal ini mungkin tidak berlaku. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian bagaimana spesies-spesies hutan lebat itu menentukan arah di malam hari. Pastilah banyak hal menarik lain yang bisa ditemukan."